Pada kesempatan ini izinkan saya menyampaikan sebuah cerita ringan yang [semoga] bermakna untuk perbaikan diri atau pun organisasi kita. Bermanfaat untuk perubahan. To change being better!
Tersebutlah ada seorang petani dan keluarganya
yang tinggal di sebuah kampung. Tempat tinggal masyarakat di kampung tersebut
adalah rumah yang berbentuk panggung. Umumnya kolong rumah di sana dimanfaatkan
sebagai tempat penyimpanan barang-barang pertanian, tapi ada juga yang
dimanfaatkan sebagai kandang hewan ternak.
Tokoh cerita kali ini adalah seorang petani
yang menjadikan kolong rumahnya sebagai kandang kambing yang diternaknya. Tidak
banyak memang, namun lumayan cukup untuk memenuhi keperluan lauknya sepanjang
tahun, bahkan di bulan haji terkadang bisa menjual 2 atau 3 ekor kambing.
Demikianlah kehidupan si petani ini. Dia dan
keluarganya sudah terbiasa dengan suasana kandang kambing itu. Suara embiknya
sudah menjadi irama biasa bagi pendengarannya. Bahkan bau khas kandang kambing
pun sudah tidak bermasalah bagi indera penciuman mereka. Sudah biasa saja. Tidak
ada yang mengganggu. Berbeda dengan keadaan pertama kali mereka menjadikan
kolongnya sebagai kandang kambing. Dulu isteri dan anak-anaknya sering
mengeluhkan akan bisingnya suara embik kambing di tengah malam, atau bau amisnya
yang menyengat sepanjang hari. Tapi itu dulu. Sekarang tidak lagi. Sudah
terbiasa.
Pada suatu kesempatan, keluarga petani ini
berkunjung ke rumah saudara mereka di kampung sebelah. Ada hajat pernikahan
ponakan mereka di sana. Kebiasaan di kampung itu, bisa sampai tiga hari tiga
malam pestanya. Karena keluarga si petani itu bukanlah tamu, melainkan saudara,
maka mereka ikut menjadi panitia hajat pernikahan tersebut. Menbantu ini dan
itunya. Mereka larut dalam suasana bahagia. Pesta meriah. Tamu-tamu yang datang
berpakaian dengan eloknya. Wangi parfum semerbak di setiap pojok.
Setelah selesai pestanya mereka pun kembali ke
kampungnya.Tapi ada sesuatu yang lain yang mereka rasakan setelah kembali dari
pesta pernikahan itu. Hanya baru di halaman rumahnya saja, mereka menciumi bau
khas kambing yang mengganggu. Dan mereka tidak bisa tahan karenanya. Anak isteri
petani itu mulai menggerutu. Kemudian, begitu masuk ke rumahnya, suara embik
kambing pun bersahutan. Gerutuan anak isterinya pun bertambah. Tanpa menunggu
waktu lama, anak dan isteri petani itu pun mengultimatum ayah mereka agar hari
itu juga kandang kambing harus di pindah ke kebun belakang. Mereka tidak tahan
dengan bau dan embiknya.
Ya begitulah akhirnya. Kangdang kambing pun
digusur dari kolong rumahnya. Tiga hari yang mereka lalui di tempat pesta
pernikahan itu telah merubah sensitifitas indera penciuman dan pendengaran
mereka menjadi lebih 'normal'.
---
Moral lesson:
Mungkin di tempat yang kita betah sekarang ini
(bisa rumah, bisa kantor, lingkungan, dll), ada ‘bising suara dan bau kambing’
yang sebenarnya tidak enak. Tapi karena kebiasaan, maka itu sudah dianggap wajar
saja.
Kiranya ada baiknya kita berkunjung ke tempat
lain yang ‘bagus dan wangi’ sejenak untuk kemudian kembali ke rumah kita dan
bisa menata kembali segala sesuatunya agar lebih indah dan wangi.
Mungkin demikian ilustrasi dari benchmark dalam
pengertian sederhana yang dicontohkan oleh seorang petani di atas. Semoga kita
dapat memetik hikmahnya.
Terimakasih,