Siapa yang mengatakan bahwa kehidupan
begitu lurus tanpa aral merintang, penuh keindahan dan damai. Pada kenyataannya
memang tidak demikian, bukan! Bagaikan tinta hitam dengan kertas putih, ada
warna hitam tentunya ada warna putih. Ada suka cita
sudah pasti ada duka nestapa, ada
kebaikan ada keburukan bahkan ada kesenangan pastilah ada kebencian, bukan! Itulah warna dari
sebuah kehidupan. Warna itulah pernak pernik kehidupan yang sudah tentu kita jumpai
dalam keseharian entah dimana kaki kita berpijak. Mungkin saja kita terlalu naif bila mengganggap hidup
itu penuh dengan kebencian atau keindahan saja. Coba saja tengok bagaimana kita
berhubungan dengan ribuan orang, tentulah ada yang menyukai keberadaan diri kita ataupun
sebaliknya. Bisa jadi, banyak penyebab ketidaksukaan orang lain pada diri kita entah sikap,
perilaku, kecemburuan fisik dan keberhasilan yang kita dapatkan, serta ribuan alasan
lainnya. Jika kita
pahami dengan baik, ketidaksukaan orang lain yang kita terima terefleksi dengan
sikap, bahasa
tubuh, tutur kata yang terucap, air muka yang terlihat, sampai nada suara
dari begitu halus terdengar meski mampu menyengat
sampai memunculkan kekuatan mengundang amarah kita.
Cobalah kita tuk sejenak luangkan waktu
berpikir, mengapa terjadi demikian ? Karena memang saringan di dalam kepala setiap orang berbeda, bukan!
Apapun rangsangan yang memasuki
alam pikiran
akan melewati banyak ruang. Ruang penghapusan, ruang penyamarataan, ruang
ketidaksempurnaan, ruang nilai-nilai, ruang masa lalu, dan ruang-ruang
lainnya sampai dengan ruang terakhir sebelum rangsangan keluar dari pikiran dan merubah
wujudnya menjadi tanggapan dan perilaku. Ruang-ruang itulah
penyebab segala rasa termasuk kebencian dan kebaikan yang orang lain berikan
sering kita
jumpai. Sebenarnya tak perlu, kita
berbalas ketidak sukaan dengan ketidak sukaan kembali karena tenaga dan waktu akan
terbuang sia-sia. Balaslah ia
dengan butiran air kasih dan kebaikan yang kita miliki. Tak perlu berkecil hati bila
kebaikan kita diabaikan, dicemooh, dihina begitu rupa
karena memang kebaikan tetaplah
kebaikan yang memberikan cahaya kemulian seseorang. Bisa jadi memang orang lain
belum memahami dengan baik kebaikan yang kita berikan dan kita pahami dengan
baik perjalanan di ruang-ruang pikiran orang lain.
Mulailah
untuk mengganggap ketidak sukaan adalah cemeti kehidupan yang mampu
melecut motivasi kita untuk menjadi lebih baik. Dan anggaplah
ia sebagai pelajaran untuk meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang lain menjadi
lebih berkualitas. Kelolalah dia menjadi energi positif yang dapat membatu kita menggapai
keberhasilan yang diinginkan. Tak perlu gundah dengan ketidaksukaan orang lain, tak
perlu ragu tuk pertahankan nilai-nilai hakiki karena memang itulah pondasi kuat yang mampu
membuat orang lain berdecak kagum dengan genggaman teguh harga diri dan kehormatan
kita.Dengan demikian itu akan
memampukan kita untuk mengerti bahwa ketidaksukaan adalah pilihan
siapapun, dan bahkan membalas ketidaksukaan dengan tindakan yang sama atau sebaliknyapun juga
sebuah pilihan, bukan ! Tetapi, perlu kita pahami dengan benar, bagaimanapun juga
kebaikan tetaplah mutiara yang bersinar indah meski tersembunyi di lumpur terdalam yang
pekat sekalipun.
0 comments:
Komentar baru tidak diizinkan.