Kalimat judul
di atas adalah kata-kata seorang sahabat saya ketika kami bertemu beberapa waktu
lalu di sebuah rumah makan di Tebet. Dia menceritakan pengalaman getir sekaligus
takjub yang baru saja dialaminya. Sahabat saya ini adalah ahli pijat yang
langka. Cara kerjanya terlihat simple tapi, sangat manjur sekali. Dalam hitungan
menit, pasien langsung bisa merasakan sakitnya membaik.
Pengalaman
dalam terapi menggunakan pijatannya yang langka mungkin sudah sangat banyak
sekali. Ribuan orang telah merasakan betapa dahsyat pijatannya. Saya sendiri
pernah merasakannya, sedikit pijatan atau mungkin boleh dibilang hanya dengan
sedikit sentuhan seperti ada aliran listrik menjalar dari titik yang
disentuhnya.
Jam terbangnya
tak diragukan lagi dengan pijatan langkanya, namun kali ini ia harus menghadapi
kondisi getir yang di luar dugaan. Pasien yang diterapinya mengalami
kejang-kejang, seorang perempuan tua. Beberapa anggota keluarga berkumpul
menjaga perempuan ini dan tentu saja sahabat saya dengan perasaan bercampur aduk
segera melakukan terapi lanjutan. Dalam hatinya, seperti yang disampaikan kepada
saya, jika sampai meninggal perempuan tua ini, saya mungkin akan digebukin orang
banyak atau saya akan diseret ke penjara. Ia pun pasrah dengan kemungkinan
terburuk.
Kemudian, ia
pun menghubungi seniornya dan mendapatkan saran-saran apa yang harus dilakukan
ketika menghadapi kondisi seperti ini. Akhirnya, perempuan tua ini sembuh.”Ajaib
rasanya,”ungkapnya sahabat saya dengan penuh rasa syukur dan lega. Lebih jauh,
sang senior mengatakan bahwa kamu harus mengalami kejadian seperti ini
sebagaimana para senior lainnya. Ini merupakan pelajaran yang sangat
berharga.”Ternyata, pelajaran belum selesai,” kata sahabat saya.
Benar sekali,
selama kita hidup pelajaran belumlah selesai. Apa yang dialami sahabat saya, pun
saya mengalaminya. Bedanya, jika teman saya menterapi fisik, saya menterapi
emosi dan mental. Saya sudah melakukan banyak terapi, bahkan diantaranya dengan
hasil yang sangat sempurna. Beres dalam hitungan menit.
Pernah suatu
ketika, beberapa terapi saya mengalami kegagalan. Hasilnya di luar perkiraan,
meleset jauh. Saya serasa mendapat pukulan yang telak. Seperti seorang petinju
kelas dunia dikalahkan oleh petinju amatiran. Muncul dalam batin sebuah bisikan,
“aku tidak mau menterapi lagi”. Benar-benar membuat emosi dan mental seorang
terapis emosi dan mental jatuh, menukik ke bawah dengan tajam.
Kondisi ini
berdampak sangat buruk bagi saya. Sangat terbebani hingga berimbas kepada
profesi saya sebagai terapis maupun trainer. Ada perasaan bersalah, masak
menyelesaikan beban sendiri aja sulit kok malah mau terapi orang lain. Dan benar
saja, beberapa permintaan terapi gagal terlaksana alias saya tidak ada order
pekerjaan. Artinya pemasukan pun kosong. Padahal biasanya, jika ada permintaan
terapi selalu terlaksana. Seingat saya ada 6 permintaan terapi yang tidak jadi
dan beberapa di antaranya membutuhkan beberapa sesi terapi.
Saya segera
sadar ada yang tidak beres dengan diri saya terutama adanya beban dari hasil
terapi yang gagal. Lalu, saya pun melakukan “self therapy” untuk membersihkan
semua beban ini. Secara berangsur, semuanya beres. Saya pun merasa enteng sekali
dan pekerjaan pun mulai lancar kembali. Bahkan banyak peluang datang
berduyun-duyun, sungguh di luar dugaan.
Saya sangat
bersyukur dengan kondisi yang semakin membaik ini. Kejadian yang pernah saya
alami memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa pelajaran hidup belumlah
selesai selama kita masih hidup. Misteri tentang kehidupan tak kan pernah usai
sepanjang kehidupan kita. Tatkala kita telah menyelesaikan suatu permasalahan,
akan ada lagi masalah yang mungkin lebih berat lagi untuk kita
selesaikan.
Masalah datang
bukan untuk membunuh kita, melainkan agar kita menjadi semakin bertumbuh,
meningkat dan kuat. Bukan kegagalan yang harus disesali tapi pelajaran apakah
yang kita peroleh darinya. “Jika semuanya mudah kita lakukan dan berhasil dengan
baik semua, kapankah kita akan belajar? ” kata Mas Noeryanto A. Dhipuro yang
banyak mengajari saya tentang terapi dan pelajaran hidup.
Pelajaran lain
adalah seperti pepatah mengatakan di atas langit masih ada langit. Mungkin
keberhasilan yang telah diraih membuat kita merasa sudah pintar, sudah cukup dan
sudah tidak perlu belajar lagi. Dengan kegagalan, kita jadi tau bahwa ilmu kita
tidaklah seberapa, masih banyak ilmu yang belum kita ketahui yang tak bakal bisa
kita kuasai semuanya hingga akhir hayat. Kegagalan juga tak selalu buruk meski
kita menyesali pada awalnya. Namun, kita tidak pernah tau apa rencana Tuhan.
Boleh jadi lewat kegagalan ini, Tuhan sedang menunjukkan sebuah kebaikan yang
sedang kita butuhkan.
Akhirnya, saya
pun teringat dengan kata-kata bijak ini, “Semuanya belum berakhir, baik dan
buruk siapalah yang tau?”. Terima kasih ya Allah atas pelajaran ini. Ijinkanlah
dan bimbinglah diri ini untuk senantiasa rendah hati. Mensyukuri segala
keberhasilan tanpa rasa sombong. Belajar dari kegagalan dengan penuh keikhlasan
tanpa rasa kecewa.
Labels:
NLP