Kali
ini saya mengajak Anda menyimak artikel saya yang telah dipublikasikan dalam
sebuah majalah HR. Topiknya bertema “Aspek Yang Paling Mendasar Dalam
HR Audit”. Bagaimana jika Anda bukan orang HR? Anda perlu juga memahaminya.
Iyya dong. Kan ini menyangkut SDM di team kita
sendiri. Jika kita biarkan HRD mengurusinya sendiri belum tentu hasilnya sesuai
dengan kebutuhan kita. Maka kita mesti ikut terlibat dalam pengembangannya. Dengan pemahaman yang baik terhadap aspek ini, kita berpeluang untuk bisa ikut
berperan secara aktif dalam menemukan gagasan-gagasan pengembangan SDM yang
lebih baik.
Sehingga team yang kita pimpin bisa berkembang secara optimal. Dan menghasilkan produktivitas yang maksimal. Bagaimana, Anda sudah siap? Baiklah. Kita mulai dengan memahami proses ‘HR Audit’.
HR Audit. Sepertinya sedang
mewabah. Perusahaan-perusahaan besar khususnya, seperti sedang terkena demam
ini. Baguskah? Oh, sangat bagus sekali. Jika ada demam dari suatu wabah yang
baik, maka ini merupakan salah satunya. Dengan terkena demam ini, maka
perusahaan bisa berharap adanya perbaikan dalam system atau tata kelola sumber
daya manusianya. Lantas, apa dampak dari HR audit itu kepada proses pengembangan
karyawan di perusahaan?
Kesungguhan untuk
menindaklanjuti. Mari kita ambil contoh sederhana. Apakah diperusahaan Anda
sudah dilakukan HR Audit? Sudah? Baiklah. Lantas apa follow up yang sudah
dilakukan dari hasil audit itu? Bagus sekali jika di perusahaan Anda proses HR
Audit itu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata. Kenapa? Karena ada
indikasi jika dibanyak organisasi bisnis hasil audit itu hanya dibahas sampai
rapat pimpinan, kemudian dimasukkan ke dalam lemari arsip. Selesai. Baru dibuka
lagi nanti. Kalau ada yang bertanya soal itu.
Jika di perusahaan Anda sudah
dilakukan follow-upnya, maka masih ada 2 pertanyaan lagi yang penting untuk kita
renungkan.
Pertama, apakah program follow up yang dijalankan itu untuk melakukan perbaikan system dan tata kelolanya? Ataukah hanya sekedar untuk memenuhi keinginan pihak tertentu agar bisa melakukan presentasi yang menarik dihadapan para stakehorder? Kenapa pertanyaan ini penting untuk direnungkan? Karena ada juga indikasi bahwa program-program follow-up sering sekedar nice to have belaka. Ciri jika program itu sekedar untuk menyenangkan stakeholder adalah; tidak ada keterkaitannya langsung dengan perbaikan kinerja atau produktivitas karyawan. Padahal, fungsi HR berada digaris paling depan dalam peningkatan produktivitas, bukan? Hal ini, masih sering terlupakan. Makanya, tidak heran jika program follow up dari HR Audit itu sering on-off alias musim-musiman saja. Atau, tidak jelas apa keterkaitannya dengan peningkatan produktivitas karyawan. Ya pokoknya, ada kegiatan follow-up saja. Mestinya, tidak demikian.
Pertama, apakah program follow up yang dijalankan itu untuk melakukan perbaikan system dan tata kelolanya? Ataukah hanya sekedar untuk memenuhi keinginan pihak tertentu agar bisa melakukan presentasi yang menarik dihadapan para stakehorder? Kenapa pertanyaan ini penting untuk direnungkan? Karena ada juga indikasi bahwa program-program follow-up sering sekedar nice to have belaka. Ciri jika program itu sekedar untuk menyenangkan stakeholder adalah; tidak ada keterkaitannya langsung dengan perbaikan kinerja atau produktivitas karyawan. Padahal, fungsi HR berada digaris paling depan dalam peningkatan produktivitas, bukan? Hal ini, masih sering terlupakan. Makanya, tidak heran jika program follow up dari HR Audit itu sering on-off alias musim-musiman saja. Atau, tidak jelas apa keterkaitannya dengan peningkatan produktivitas karyawan. Ya pokoknya, ada kegiatan follow-up saja. Mestinya, tidak demikian.
Penjara prosedur dan
administratif. Aspek apa saja sih yang difollow-up? Gampang ya menjawabnya.
Yaitu; semua aspek dalam audit yang direkomendasikan perlu dilakukan perbaikan.
Memang inilah jawaban yang tepat. Namun apakah hal itu bisa memberikan dampak
signifikan? Bisa ya. Bisa tidak. Mengapa demikian? Karena jika kita mencermati
aspek-aspek audit yang saat ini dilakukan; kebanyakan hanya berfokus kepada
aspek-aspek administratif saja. Dimasa silam, aspek seperti itu disebut sebagai
personalia. Belum berkelas Human Resource Development atau Human Capital
Development. Istilahnya jadul sekali ya? Betul. Tapi pola pikir itu masih
dominan dibanyak tempat sampai sekarang.
Sekarang, hampir tidak ada
perusahaan besar yang menggunakan terminology ‘Personalia’ lagi. Tapi
praktek-prakteknya sering hanya sebatas fungsi administratif saja. Tidak lebih
dari itu. Maka tidak heran jika karyawannya jarang sekali mendapatkan kesempatan
untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Baik hard skill. Maupun soft skill.
Ini menunjukkan bahwa fungsi mendasar HRDnya belum benar-benar berjalan.
Meskipun namanya sudah lebih bergengsi dari sekedar sebutan ‘personalia’.
Kondisi ini tercermin pada
aspek-aspek yang ditelaah dalam proses HR Audit. Perhatikan para pakar dan
konsultan SDM berbicara tentang HR Audit. Aspek yang dibahasanya terutama
berfokus kepada aspek administratif semisal: Proses rekrutmen dan orientasi,
benefit, kompensasi, system evaluasi kinerja, proses pemutusan hubungan kerja,
proses wawancara bagi yang mengundurkan diri, job description, dan berbagai
macam formulir yang berlaku di keHRan, maupun tata kelola data-data karyawan.
Aspek mendasar fungsi HRDnya sering ketinggalan.
Di Negara maju yang ketat
system kebijakannya, bahkan HR audit dilakukan hanya sebatas untuk memastikan
bahwa praktek-praktek pengelolaan HRnya tidak melanggar hukum. Karena setiap
pelanggaran hukum mempunyai konsekuensi yang berat baik secara financial maupun
terhadap reputasi perusahaan. Dan mereka – seperti halnya kita – lupa kepada
fungsi HRDnya sendiri, yang jauh lebih besar dan lebih kompleks dari sekedar
fungsi personalia. Kebanyakan HRD di perusahaan – semoga di perusahaan Anda
tidak demikian – hanya sibuk dengan urusan administrative and policies. Namun,
meninggalkan fungsi ‘people development’-nya.
Untuk mengaudit apakah
perusahaan Anda seperti yang saya sebutkan diatas atau tidak, mudah saja. Tidak
perlu mengundang konsultan. Dan tidak usah mengeluarkan biaya besar. Cukup
dengan melihat komposisi energy, agenda utama, maupun aktivitas di HRD
perusahaan Anda. Di aspek manakah lebih banyak alokasinya? Aspek-aspek
administrative and policies ? Ataukah di dalam aspek ‘pengembangan’ sumber daya
manusianya? Anda akan menemukan jawaban terbaiknya dengan menelaahnya
sendiri.
Fungsi pengembangan SDM.
Inilah fungsi yang membedakan antara Personalia dan Human Resources Development.
Jika di suatu perusahaan lemah system pengembangan sumber daya manusianya, maka
di perusahaan itu belum ada fungsi HRD. Meskipun ada HR Manager atau bahkan HR
Direktur? Betul. Meskipun sebutannya HR Directorate, jika aktivitas pengembangan
SDMnya lemah, maka fungsinya baru sebatas personalia saja.
Penting untuk melakukan HR
Audit memang. Namun, dampak positifnya hanya akan benar-benar bisa diperoleh
jika audit itu dilakukan mencakup prinsip yang paling fundamentalnya. Yaitu
fungsi HRD itu sendiri. Bukan sekedar kepada prosedur, administrasi, dan
policies belaka. Sayangnya, banyak perusahaan sudah cukup puas dengan mendirikan
Departemen HRD, namun masih berkutat dengan fungsi personalia. Belum menapak ke
level yang lebih tinggi. Yaitu, Human Resources Development functions. Padahal
itu, adalah aspek yang paling mendasar dalam HR Audit. Namun belum banyak
tersentuh selama ini.
Memang tidak semua aspek
pengembangan SDM bisa ditangani secara internal. Tapi ada banyak sumber daya
dari luar yang bisa membantu jika diperlukan. Jika berhasil menemukan mitra yang
tepat untuk proses pengembangan ini, maka SDM dan perusahaan Anda akan merasakan
manfaatnya.
To sum up. Lets start to audit
your HR functions. And find out. Wheter you mostly focus its functions to
administrative and policies, or you have already moved up to the next level of
HR department contribution namely; Developing your people, to reach their
upmost capabilities. And turning it, into higher level performance.