Berapa Sih Nilai Sehat Itu?



Wajar sekali jika ada yang mengatakan saya ini ‘sok tahu’ ketika pekan lalu merilis artikel yang berjudul ‘Bukankah Sakit Itu Nikmat?’. Memang, kalau orang bicara atau menulis tentang sesuatu hanya sebatas ‘konsepsi’, maka kata-katanya atau pemikirannya hanya bisa menjadi sebatas ‘teori’ belaka.

Paling banter, kita hanya bisa mencoba berempati; seperti apa sih rasanya sakit itu. Lalu mereka-reka, jika ternyata sakit itu memang nikmat. Hanya menggurui saja, kan?. Beda dengan orang yang mengalami sendiri rasa sakit itu. Tidak perlu berusaha empati, karena rasa sakit itu sudah melekat didalam dirinya. Sehingga ketika orang itu mengatakan ‘Bukankah Sakit Itu Nikmat’, maka itu bukan sekedar konsepsi. Melainkan ungkapan yang datang dari lubuk hatinya yang paling dalam. Dengan demikian, perkataan atau tulisannya menjadi seperti ‘bernyawa’. Dan terasa bobotnya. 

Saya sungguh beruntung. Karena ketika menulis artikel itu, saya sedang terbaring di ranjang perawatan Rumah Sakit dengan dua selang infus mengalirkan cairan ke pembuluh vena ditangan saya. Sungguh. Ketika sedang sakit hingga nyaris tidak berdaya itulah saya benar-benar bisa merasakan bahwa sakit itu, memang nikmat. Tentu tidak mudah untuk memahaminya. Bagaimana mungkin kita bisa menganggap sakit itu nikmat? Wajar jika kita bertanya; dimana letak nikmatnya sakit itu? Sudah mah badan kita terasa ngilu disana-sini. Aktivitas harian kita terganggu. Kelezatan sensasi jarum suntik yang menusuk kulit pun memaksa kita untuk menahan nafas, sambil meringis. Belum lagi kalau bicara soal biaya. Jika Anda punya asuransi kesehatan, masih mending. Bagaimana jika tidak? Mencari uang di hari gini tidaklah selalu mudah. Padahal, untuk ‘menginap’ selama 3 malam di rumah sakit itu saja saya harus merogoh kocek sekitar 10 juta rupiah. Dimana letak nikmatnya sakit itu?
Begini.

Ada banyak kenikmatan yang selama ini kita dapatkan. Namun, kita tidak benar-benar menyadari adanya jenis-jenis kenikmatan itu; sebelum kita kehilangannya. Nikmatnya sehat, sering hanya bisa dirasakan ketika kesehatan itu sudah direnggut dari diri kita. Justru pada saat sakitlah kita lebih menghargai makna sehat. Dari 365 hari dalam setahun yang saya lalui, hanya 3 hari saya sempat dirawat dirumah sakit. Tidak berdaya. Hanya bisa berbaring saja. Mengoperasikan laptop kesayangan saya saja pun sudah tidak mampu lagi. Hanya 3 hari itu. Sementara 362 hari lainnya dalam setahun terakhir, saya diberi kesehatan yang prima. Ketangguhan fisik yang sempurna. Tidak ada rasa tak nyaman yang bermakna. Namun sahabatku. Kesehatan selama 362 hari itu, baru benar-benar terasa bernilainya justru ketika saya terbaring di ranjang sempit rumah sakit.

Anda, bagaimana?
Hari ini Anda sehat? Jika Anda sehat, sudahkah sekarang Anda menyadari berapa sih nilainya sehat yang Anda miliki itu? Perhatikan tangan Anda. Baik-baik saja? Bisa digunakan untuk bekerja seperti biasanya? Berapa nilai sehatnya tangan Anda itu? Saya, tidak bisa benar-benar memahami nilainya sebelum terbaring tak berdaya disaat tangan yang biasanya bekerja ini hanya bisa pasrah ketika jarum infuse menelusup merobek jaringan kulit hingga menembus pembuluh darah balik. Rasa lezatnya, tembus hingga ke ubun-ubun.

Kepala Anda. Terasa pusingkah? Tidak. Lantas berapa nilai tidak pusingnya kepala Anda itu? Sudahkah Anda menghitungnya? Saya tidak bisa mengkalkulasikan berapa sih nilai sehatnya kepala saya ini. Sampai saya terkulai lemas tak bisa berbuat apa-apa. Kepala ini, hanya bisa menempel dibantal ruang perawatan, nyaris tidak bisa mengangkatnya sekali pun ketika saya ingin sekali pergi ke kamar mandi. Disaat kepala saya tidak bisa ‘ajeg’ itulah justru saya bisa merasakan betapa tingginya nilai sehat dikepala yang selama ini saya dapatkan.
Gigi Anda? Terasa nyut-nyutankah? Tidak. Berapa nilai tidak sakitnya gigi Anda itu? Mungkin Anda pun baru bisa menghargai dan merasakan nilai sehatnya gigi Anda itu justru ketika sedang sakit gigi, bukan?

Kaki Anda. Bisa digunakan untuk berjalan seperti biasanya?
Perut Anda? Terasa nyaman? Bagaimana dengan mata Anda? Telinga Anda. Setiap ruas tulang-temulang yang menopang tubuh Anda. Jantung Anda. Liver Anda. Pankreas Anda. Lambung Anda. Ginjal Anda. Usus Anda. Semua organ didalam badan Anda. Dan setiap sel yang ada didalam sekujur tubuh Anda. Semuanya sehat? Semuanya sudah Anda sadari nilainya ketika sehat?

Kalau saya. Belum sanggup merasakan nilai tertingginya makna sehat untuk setiap organ dalam dan seluruh buku-buku ruas tulang, serta sel-sel yang menyusun tubuh saya. Dokter mengatakan; jantung saya normal. Fungsi ginjal saya baik. Liver saya sehat. Semua organ dalam saya sehat, kecuali ada satu organ penting didalam tubuh saya yang terganggu. Hingga saya hanya bisa terbaring lemas, tak berdaya. Pasrah saja ketika perawat melakukan apa saja pada raga yang tak bisa berkutik ini. Oh, ternyata. Baru satu saja organ tubuh saya yang direnggut sehatnya; hidup saya benar-benar seperti lumpuh. Tidak bisa bekerja. Tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Tidak bisa berbuat apa-apa.

Sahabatku. Justru pada saat sakit itulah kita belajar memahami betapa bernilainya sehat yang kita miliki ini. Maka jika kita sakit. Bersyukurlah. Karena saat sakit itu kita sedang diajak Tuhan untuk menelusuri setiap tetes kenikmatan melalui sehat yang selama ini kita dapatkan. Namun jarang kita sadari nilainya. Sebelum menyadari itu, saya merintih; setiap kali ada perasaan tajam menusuk bagian dalam tubuh saya. Namun ketika tiba pada kesadaran itu; saya justru bisa tersenyum dan merasa nikmatnya tusukan-tusukan kecil itu. Karena setiap kali ada rasa ‘nyelekit’ didalam tubuh saya, setiap kali itu pula saya sadar; bahwa sehat yang selama ini saya dapat, sungguh sangat bernilai sekali.

Selama 3 hari ‘berlibur’ di rumah sakit itu, saya seperti sedang menikmati 362 hari kesehatan yang saya dapatkan dalam setahun. Maka sahabatku. Jika Anda sekarang sedang sakit. Semoga sakit Anda itu bisa membawa kepada kesadaran yang semakin tinggi tentang betapa bernilainya makna sehat yang selama ini tanpa henti Tuhan anugerahkan kepada kita. Insya Allah, dengan kesadaran itu; Anda tidak akan merasakan sakit lagi. Anda akan merasakan kenikmatan yang tidak terlukiskan, setiap kali ada rasa perih dan tusukan-tusukan tajam didalam tubuh Anda. Karena setiap rasa sakit yang Tuhan berikan kepada kita, berfungsi untuk mengingatkan kita; tentang betapa bernilainya saat-saat sehat kita.

Dan jika hari ini Anda sehat sahabatku. Belajarnya untuk menelusuri satu persatu organ tubuh Anda. Baik yang ada diluar, seperti tangan. Kaki. Gigi. Mata. Kepala. Telinga. Hidung. Semuanya. Jelajahilah rasa nikmat sehatnya. Agar Anda bisa meresapi, betapa bernilainya sehat ini. Telusurilah juga seluruh organ dalam Anda. Bayangkan dalam benak Anda; jantung. Hati. Ginjal. Penkreas. Limfa. Paru-paru. Lambung. Usus buntu. Usus kecil. Empedu. Semua organ dalam Anda. Lantas tanyakan kepada diri Anda sendiri; bagaimana seandainya salah satu organ dalam itu tidak bisa berfungsi secara semestinya? Maka Anda akan semakin sadar; betapa bernilainya sehat kita ini. Betapa nikmatnya sehat kita ini. Dan betapa lalainya kita untuk mengingat dan mensyukurinya selama ini.

Memang, tidak mungkin untuk bisa menghitung-hitung jumlah nikmat yang kita dapat. Makanya Tuhan dengan sengaja sesekali merenggut kenikmatan itu barang sesaat. Agar kita kembali ingat, bahwa anugerah yang kita dapat ini sungguh tidak terhingga banyaknya. Karena justru ketika kenikmatan itu terenggut dari diri kitalah; rasa syukur kita, berada pada tingkatannya yang paling tinggi. Sekalipun begitu, ada baiknya jika kita terus melatih diri untuk senantiasa bersyukur. Agar Tuhan tidak harus merenggut kenikmatan itu hanya untuk mengingatkan kita. Karena bahkan sekalipun jika kita menggunakan setiap detik dalam hidup kita untuk menghitung dan mensyukuri nikmat itu; kita tidak akan mampu menghitungnya.

Persis seperti yang Tuhan firmankan dalam surah 16  (An-Nahl) ayat 18: “Dan jika engkau menghitung-hitung nikmat Allah, maka engkau tidak akan dapat menghitung jumlahnya……” Sedemikian banyaknya nikmat yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Namun kita sering tidak menyadarinya. Pikiran kita. Jiwa kita. Mental kita. Sering terlampau berfokus kepada ujian-ujian kecil, kesulitan-kesulitan remeh temeh, serta rintangan-rintangan yang tidak kita inginkan. Padahal, semua ketidaknyamanan itu hanya sedikit sekali. Dibandingkan dengan banyaknya kenikmatan yang senantiasa Tuhan anugerahkan.

Maka orang sehat yang sadar betapa bernilainya nikmat sehat, dia tidak akan menggunakan saat-saat sehatnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang Tuhan benci. Dia akan menggunakannya untuk melakukan hal-hal yang Tuhan sukai. Dan orang sakit yang sadar betapa indahnya rasa sakit itu, tidak akan merintihkan rasa sakitnya kecuali disertai dengan dzikir sambil menyebut nama Tuhannya. Sedangkan orang yang sadar betapa tak terhingganya kenikmatan yang Tuhan anugerahkan, akan senantiasa bersyukur. Dan selalu berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai pribadi yang baik, seperti baiknya perlakuan Tuhan kepada dirinya. Sehingga kehadirannya, akan selalu memberi manfaat. Kepada orang lain yang berada di sekelilingnya. Karena sifat dan perilaku baik itu, adalah pertanda rasa syukur kita. Atas setiap kebaikan yang Tuhan anugerahkan kepada kita.  Itulah yang menentukan nilai sehat yang kita miliki, sahabatku.

Jadi, berapa sih nilainya sehat kita itu? Bergantung kepada tindakan dan perbuatan seperti apa yang kita lakukan, ketika kita sedang mendapatkan nikmat sehat itu. Jika selama sehat ini kita melakukan tindakan-tindakan buruk atau sia-sia belaka. Maka nilai sehat kita, sangat rendah. Bahkan nyaris tidak bernilai sama sekali. Namun jika selama sehat ini kita melakukan tindakan-tindakan yang baik. Mengerjakan hal-hal positif dan produktif. Maka nilai sehat kita ini menjadi sangat tinggi sekali. Tinggi didalam pandangan kita sendiri. Tinggi dalam padangan sesama manusia. Dan tinggi. Didalam penilaian Ilahi. Insya Allah.